PERADABAN ISLAM PADA ZAMAN
DINASTI ABBASIYAH
MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hadharah Islamiyah yang diampu oleh Bapak Asep Sopian, S.Pd.
Disusun Oleh :
|
Hamim Ahmad
Eva Pratiwi
Atih
|
NIM. 1404845
NIM. 1401324
NIM. 1406824
|
DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
Abtrak
Latar Belakang: Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti yang
sangat maju dan berkembang dalam segala bidang ilmu pengetahuan. Dinasti yang
menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan karena kecintaannya para khalifah
terhadap ilmu pengetahuan. Peradaban Islam masa dinasti Abbasiyah mengalami
kejayaan. Maka apabila suatu negara atau bangsa atau kota ingin menjadi maju
harus mampu meniru hal yang pernah dilakukan oleh khalifah bani Abbas yang
telah berhasil mencapai kejayaan dengan durasi yang sangat lama yaitu sekitar
lima abad. Peradaban Islam akan berkembang bahkan maju kembali apabila Al-Qur’an
dan sunnah menjadi pedoman dalam mengkolaborasikan ilmu pengetahuan karena
telah terbukti keberhasilannya. Dengan menelusuri rahasia kesuksesan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan,
diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi negara atau bangsa yang ingin maju.
Kapan peradaban Islam mencapai kejayaan
yang sangat maju yaitu pada masa khalifah Harun al-Rasid. Penulis dalam
penbahasan ini menjelaskan mengenai sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah,
Kemajuan dinasti Abbasiyah, dan kemunduran dinasti Abbasiyah. Metode: Studi pustaka, yang
dimaksud dengan studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan
studi penelaahan terhadap buku-buku, literature, catatan-catatan dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. Hasil: Dari analisis
yang penulis lakukan mengenai peradaban Islam pada zaman dinasti Abbasiyah mempunyai
pengaruh yang sangat besar dan signifikan bagi seluruh negara, bangsa, atau
kota yang ingin maju dan mencapai kejayaan dalam segala aspek. Dinasti
Abbasiyah dijadikan sebagai cerminan bagi kemajuan dan kejayaan suatau bangsa. Kesimpulan: Kejayaan
dinasti Abbasiyah banyak di pengaruhi oleh kecintaan khalifah terhadap ilmu
pengetahuan, dengan pendiriannya Bayt al-Hikmah,
perpustakan-perpustakaan dan lain sebagainya. Sedangkan kehancuran dinassti
Abbasiyah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Seperti terjadinya
perang sahabat dan perbedaannya paradigm dalam agama serta adanya serangan yang
bertubi-tubi yang dilakukan oleh dinastii-dinasti kecil terhadap dinasti
Abbasiyah contohnya seperti dinasti Buwaihi dan Saljuk yang menguasai Bagdad
sebagai pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Kata Pengantar
Puji
syukur Kehadirat Allah SWT. Kami menyatakan bahwa makalah ini telah selesai
pada waktunya. Betapa bahagianya kami dapat menyempurnakan makalah tersebut.
Makalah
ini mengidentifikasi kemajuan peradaban islam, berangkat dari rasa ingin tahu
dan penasaran kami mengenai kemajuan peradaban islam pada masa Bani Abbasiyah dalam
bidang ilmu pengetahuan sains dan sebagainya
Peradaban pada zaman Dinasti
Abbasiyah dikatakn sebagai masa kejayaan dan kemajuan islam yang berada di
tengah-tengah Persia yang beribukotakan di Bagdad. Oleh sebab itu kami ingin
menganalisis, menelaan dan meneliti kemajuan islam pada zaman Dinasti Abbasiyah
dalam ilmu pengetahuan.
Adapun
mengenai fungsi dari makalah ini tidak lain sebagai perbandingan atau tolak
ukur dalam mempersentasikan perkembangan kemajuan islam pada zaman Abbasiyah
hingga zaman sekarang apakah mengalami peningkatan atau penurunan.
Dalam
pembuatan makalah ini kami sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang
membangun sebagai motivasi kami agar lebih baik lagi.
Semoga
dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Aamiin.
Bandung, 04 Mei 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHUUAN
1.1
Latar Belakang
Peradaban islam merupakan
suatu perkara yang harus kita ketahui selaku umat islam karena dengan
mengetahui peradaban islam kita mampu merasakan dan menilai bagaimana
pengorbanan baginda Rasulullah SAW., para sehabat, para tabi’i atbaut tabi’in
dan para ulama-ulama salaf yang banyak berjasa dalam mensyi’arkan islam hingga
sampai keseluruh pelosok dunia dengan cucuran keringat, air mata bahkan sampai
titik darah penghabisan di korbankan.
Peradaban pada masa
baginda Rasul merupakan masa dimana kehidupan manusia mulai seimbang atau
ideal, karena sudah mulai adanya aturan dan tatanan dalam bermasyarakat dengan
hadirnya pemimpin yang baru dan aturan yang baru dengan berpedoman pada
Al-Qur’an dan Sunah kehidupan sedikit demi sedikit mengalami perubahan yang
sangat baik sehingga dalam lingkungan masyarakat tercapai ketentraman dan
keamanan.
Peradaban islam pada zaman
khalifah al-Rasyidin yaitu masa penerus kepemimpinan baginda Rasulullah SAW., Setelah
baginda Rasul wafat empat orang sehabat terdekat dengan baginda Rasul sebagai
penerusnya yang dipercayai oleh kaum muslimin untuk meminpin pemerintahan.
Diantara keempat sehabat itu antara lain, Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi thalib. Pada
zaman inilah islam mengalami perkembanagn yang sangat luas bahkan keluar
jazirah Arab.
Peradaban Islam pada zaman
Bani Abbasiyah merupakan masa kemajuan dan kejayaan islam karena di masa ini
lahirnya banyak penemuan-penemuan ilmiah, ilmu-ilmu pengetahuan, lapangan
ekonimi, kekuasaan maupun kesenian. sehingga dijadikan sebagai pusat ilmu
pengetahuan oleh seluruh negeri. Sehingga islam terus mengalami perluasan dan
penambahan jumlah yang memeluk agama islam dengan lahirnya ilmuan-ilmuan islam
dalam segala bidang cabang ilmu diantaranya bidang kedokteran, bidang
matematika, bidang filsafat dan sebagainya. Dengan dasar inilah kami
menelusuri, menelaah dan meneliti sekilas lintas mengenai sejarah kemajuan dan
kejayaan islam pada masa Bani Abbasiyah dan keberadaannya dinasti-dinasti kecil
yang ada pada Dinasti Abbasiyah.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah
berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana perkembangan dan kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah?
3. Bagaimana keberadaan dinasti-dinasti kecil yang ada pada peradaban Dinasti
Abbasiyah?
4. Bagaimana kemunduran dinasti Abbasiyah?
1.3
Tujuan
1.
untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2.
untuk mengetahuai perkembangan dan kemajuan peradaban
Dinasti Abbasiyah
3.
untuk mengetahui keberadaan dinasti-dinasti kecil yang
ada peradaban Dinasti Abbasiyah
4.
untuk mengetahui latar belakang kehancuran dinasti
Abbasiyah
1.4
Langkah-langkah Pemecahan Masalah
1.
Pencarian dan inventarisasi sumber rujukan yang
otoritatif
2.
Penyeleksian materi yang berkaitan dengan masalah yang
sedang dihadapi
3.
Setelah itu penyususnan materi
1.5
Sistematika Penulisan
1.
Diawali dengan pengertian yang berisikan tentang pengertian
khalifah dan sejarah peradaban Islam.
2.
Penjelasan mengenai sejarah berdirinya Abbasiyah yang
melatar belakangi berdirinya dinasti Abbasiyah
3.
Mengungkapkan kemegahan di masa kejayaan dinasti
Abbasiyah. Yaitu majunya peradaban islam dan ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang.
4.
Menjelaskan kronologi kemunduran dinasti abbasiyah yang
diakibatkan oleh faktor internal maupun eksternal.
5.
Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memisahkan diri dari
kota pusat Bagdad, karena membuat pemerintah sendiri
6.
Menjabarkan kehancuran dinasti Abbasiyah akibat dari
pengkhianatan yang dilakukan oleh dinasti-dinasti kecil dan akibat penyerangan
yang dilakukan oleh tentara tartar Mongol.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1
Pengertian
Siti
Maryam,dkk (2012:7) Dalam bahasa Indonesia, sering peradaban sering
sekali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Akan tetapi dalam bahasa
Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua kedua istilah tersebut,
yakni civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan.
Demikian pula dalam bahasa Arab, dibedakan antara kata tsaqafah (kebudayaan),
kata hadharah (kemajuan), dan kata tamaddun (peradaban); bahkan
dalam bahasa melayu istilah tamaddun dimaksudkan untuk menyebut
keduanya.
Sejarah
peradaban Islam diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan kebudayaan Islam
dalam perspektif sejarah Siti Maryam, dkk, (2012:10).
2.2
Sejarah Lahirnya Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Musyrifah Sunanto, (2003:47-48).
Pada masa menjelang akhir daulah Amawiyah I, terjadi berbagai macam kekacauan
diantaranya: (1) penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani
Hasyim pada umumnya. (2). Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab
sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan, (3). Pelanggaran terhadap
ajaran islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
1.
دور القوة. قمة الحضارة العربية
الإسلامية, ويضم هذا خلفاء العشر الأول, ويمثل هارون الراشيد واسطة العقدم فيهم,
انتهى هذا الدور سنة 247 ه.
2.
دور النفوذ التركي, بدأ بامنتصر بااله
بن متوكل, وانتهى بالمقتدي بأمر الله سنة 467 ه.
3.
دور النفوذ البويهي, بدأ بأحمد
المستظهر بالله بن مقتدي, وانتهى بسقوط بغداد بيد التتار وقتل المستعصم بالله سنة 656 ه.
العسيري، (1417 :177) تنقسم هذه الفترة
إلى مرحلتين (حسب اصطلاح أغلب المؤرخين):
1.
الدولة العباسية الأولى (132-248ه/739-861 م) .
وهي مرحلة قوة وسيطرة الخلفاء, وقد حكم عشرة خلفاء في هذه المرحلة.
2.
الدولة العباسية الثانية (248-656ه/ 761-1258م).
وهي مرحلة ضعف الخلفاء, وفقدانهم للسلطة , وسيطرة العسكريين على الأمر. وقد حكم
سبعة وعشرون خليفة في هذه المرحلة.
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai
dengan pembengkangang yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia
(Spanyol). Di sisi itu, Abd al – Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan
kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi lain, ia tidak tunduk kepada
khalifah yang ada di Bagdad.
Pembengkangan Abd al_rahman al-dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan
pembengkangan yang dilakukan oleh Mu’awiyah terhadap Ali bin Abi Thalib. Menelaah
dari segi waktu atau durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas bertengger berkuasa
dikategorikan lama, yaitu sekitar lima abad (Mubarok, J.,2008:143).
Setiap dinasti atau rezim mengalami
fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan,
fase kemunduran dan kehancuran (Mubarok, J.,2008:143).
The event of year 136 (cont’d)1
July 7, 753-June 26, 754).
In this year
the oath of allegiance was given to abu afar al-Mansur on the day that his
brother Abu al-Abbas died. Abu Jaffa sends Ziyad b. Ubaydallah back to mecca,
ziyad having previously been governor both of in and of Medina under Abu
al-Abbas. Some sources recount that before he died Abu al-Abbas had removed of
ziyad Ubaydallah al-harithi as governor of mecca and appointed al-Abbas b.
Abdallah b. Ma’bab b. al-Abbas in his stead.
(McAulife, 1995) .
2.3
Pendiriaan dan Kemajuan Dinasti Bani Abbas
Abu
al-Abbas al-Safah (750-754 M.) adalah pendiri Dinasti Bani Abbas. Akan tetapi,
karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M.). yang
banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Dinasti Bani Abbas (Yatim, B.,
2011:49).
أبو جعفر المنصر (عبد الله بن محمد بن
علي بن عبد الله بن عباس) الذي تخلص من أبي مسلم الخراسني, فبدأت السلطة الحقيقية
للعباسيين. (خليل، 1996)
Jaih
Mubarok,(2008:147). kejayaan Dinasti Bani Abbas berada pada Fase delapan
khalifah berikutnya antara lain:
1. Al-Mahdi (775-785 M.)
2. Al-Hadi (785-786 M)
3. Harun al-Rasyid (786-809 M.)
4. Al-Amin (809-813 M.)
5. Al-Mamun (813-833 M.)
6. Al-Mu’tashim (833-842 M.)
7. Al-Watsiq (842-847 M.)
8. Al-Mutawakil (847-861 M.)
Pada masa Dinasti Abbasiyah
terjadi perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan seni cukup pesat. Waktu itu
sarjana-sarjana barat bekerja sama dengan sarjana-sarjana Muslim menerjemahkan
karya-karya Yunani, Romwi kuno dan kemudian dipadukan dengan kandungan
Al-Qur’an sehingga melahirkan pengetahuan baru yang unggul. Salah satu karya
yang terkenal adalah Cerita Seribu Satu Malam. Perkembangan pesat ilmu
pengetahuan dan budaya terutama pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809
M.). (Sardiman, p.
2008)
Mubarok,
(Yatim,B.,1997:52-53). Menjelaskan dalam bukunya tentang kemajuan dinati
Abbasiyah, diantaraya:
1.
Bayt al-Hikmat: Perpustakaan, penerjemahan, dan Obser-vatorium.
Mengemukakan
bahwa Harun al-Rasyid adalah Khalifah yang banyak memanfaatkan kekayaan Negara
untuk keperluan sosial seperti, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan
kedokteran, lembaga pendidikan farmasi dan pemandian umum. Sehingga pada masa
Harun al-Rasyid umat islam memiliki banyak dokter sekita 800 dokter.
Bayt
al-Hikmat, al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad ibn Musa
al-Hawarijmi ahli dalam bidang aljabar dan astronomi, dan orang-orang Persia.Di
bayt al-hikmat juga terdapat observatorium astronomi untuk meneliti
perbintangan. (Siti Maryam, 2012:126)
2.
Perkembangan Ilmu Agama
a. Kalam Mu’tazilah
Pada
akhir zaman Umayah dan Fase awal Dinasti Bani Abbas muncul aliran Mu’tazilah
(semacam sintesis dari aliran kalam sebelumnya). (Mubarok, J.,2008:147).
Gagasan
pokoknya yang menjadi ajaran Mu’tazilah adalah al-amr bi al-ma’ruf al nahy
‘an al-munkar. (Amin, A., 1969:207).
b. Hadist dan Fiqih: Abu Hanifah, Malik, dan al-Syafi’i.
Diantara
ulama yang lahir pada zaman Umayah dan meninggal pada zaman Abbasiyah adalah
Abu Hanifah (80-50 H.).
Hakim
yang agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski dianggap sebagai
pendiri mazdhab Hanafi, karya-karyanya tidak ada yang terselamatkan. Dua
bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar dan Wasiyah Abi Hanifah. Berisi
pemikiran-pemikirannya yang terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.
Pendiri mazdhab Hanafi sebenarya adalah abu yusuf (w. 182/798) dan Muhammad
al-Syaibani (w.189/804). (Siti Maryam, 2012) .
Malik
Ibn Anas Ibn Abi ‘Amar al-Ashbahi adalah pendiri mazdhab kedua dari madinah
(w.179/774) yang menulis karya yang penting mengenai syari’ah. Karyanya kitab Al-Muwatta’
merupakan kitab hukum Islam otentik pertama yang masih utuh. Kitab ini
merupakan kitab hokum dan kumpulan hadits-hadits. (Siti Maryam, 2012) .
Pendiri madzhab besar
ketiga adalah Muhammad Ibn Idris as-Syafi’I (w.204/820). Karyanya yang paling
penting adalah kitab Al-Risalah Fi Ushul Fiqh (atau hanya al-Risalah).
Kitab ini menjeskan sistem hokum secara lengkap yang di dasarkan kepad
AL-Qur’an dan Sunnah, qiyas dan ijma’. (Siti Maryam, 2012) .
Pendiri mazdhab keempat
adalah Ahmad ibn Hanbal (241/855) yang merupakan paling konservatif diantara
keempat pendiri mazdhab besar suni. Karyanya Musnad berisi kumpulan
30.000 hadits Nabi, kitab al-Masail, kitab al-Wuru, dan kitab
al-Juhd. (Siti Maryam, 2012) .
Menurut (Mahrus As'ad, 2009) Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa
dinasti Abbasiyah mencakup berbagai bidang dan tokoh-tokoh yang berperan antara
lain:
1.
Bidang Kedokteran
a.
Zakariya Ar-Razi
(809 M)
Razi
dilahirkan di Ray, dekat Teheran, Iran pada tahun 809 M. di kota kelahirannya
ia dikenal sebagai dokter dan memimpin sebuah rumah sakit. Penemuan Ar-razi
dalam perkembangan ilmu kedokteran, antara lain: (1) Small-pox (penyakit
cacar). Ia membedakan penyakit ini menjadi cacarair (variola) dan cacar merah
(vougella). (2) Air raksa (Hg). (3) Diagnose Hipertensi
b.
Ibnu Massawayh
Dokter termasyur
abad 9 M. yang pernah bekerja sebagai dokter istana. Karya penting Ibnu
Massawayh yaitu An-nawadir At-tibbiya (kumpulan aporisme medis), dan kitab
Al-Azmina (sebuah deskripsi tentang ragam musim sepanjang tahun).
c.
Ibnu Sina (980 M)
Menurut
Ibnu Sina, temperature, makanan, minuman, limbah, udara, keseimbangan gerak dan
pikiran, tidur, dan kerja berpengaruh terhadap kesehatan. Sumbangan tulisannya
bagi perkembangan dunia kedokteran adalah “Al-Qanunfi At-Tibb” (Undang-undang
kedokteran).
2.
Bidang Filsafat
a.
Al-Kindi
Al-Kindi adalah filsuf muslim yang
pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat dan yang menyelaraskan filsafat dan agama.
Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu yang mulia.
b.
Al-Farabi (870 M-950
M)
Abu Nasr Muhammad
bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag al-Farabi lahir di Farab pada tahun 870 M. Al-Farabi
banyak belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Persi. Setelah
dewasa, ia pindah ke Baghdad dan tinggal di sana selama 20 tahun serta
mempelajari filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, dan musik. Hasil
karyanya mencakup berbagai bidang
diantaranya, logika, fisika, ilmu jiwa, kimia, ilmu politik, dan musik. Dua
karya besarnya dalam bidang filsafat yaitu Organon (buku berisi komentar
dan ulasan Al-farabi tentang pikiran-pikiran Aristoteles) dan Introduction
Section of Logic (buku tentang mukadimah logika).
c.
Ibnu Sina
Ibnu Sina adalah seorang filsuf.
Karya-karya besar dari Ibnu Sina dalam bidang filsafat antara lain :
Al-isyarah wa Tanbihat (isyarat dan penjelasan), Mantiq Al-masyriqiyyin
(logika timur), dan Uyun Al-hikmah (mata air hikmah).
3.
Bidang Matematika
a.
AL-Khawarizmil (780
M)
Al-Khawarizmi adalah
penemu teori aljabar. Yaitu sistem hitungan nilai menurut tempatnya. Karya-karya
aljabarnya disebut “Al-Mukhtasarfi Hisab Al-Jabr wa Al-Muqabalah”.
b.
Abu Kamil Suja’
Ia digolongkan
sebagai ahli aljabar tertua setelah Al-Khawarizmi. Karya-karya besar dari Abu
Kamil As-Suja’ antara lain: Kitab fil Al-jam wa Tafrik (tentang
penambahan dan pengurangan), Kital Al-Khataya (tentang dua kesalahan), Liber
Abacci yang mengandung pengetahuan tentang bilangan bulat dan pecahan, cara
berhitung akar 2 (kuadrat) dan akar 3 (kubik), dll.
4.
Bidang Astronomi
a.
Musa Ibrahim
Al-fazari
Musa Ibrahim
Al-Fazari adalah astronom muslim yang ditugaskan oleh Khalifah Abu Ja’far
Al-Manshur untuk menerjemahkan berbagai risalah astronomi yang berasal dari
India. Pada tahun 830 M para astronom muslim telah mampu membuat teropong
bintang dengan peralatan yang lengkap di kota Yundhisyapur, Iran, sebagai
perlengkapan sekolah tinggi ilmu pengetahuan di sana.
b.
Al-Farghani
Al-Farghani
adalah Seorang astronom yang hidup pada zaman Khalifah Al-Makmun sampai masa
Khalifah Al-Mutawakkil. Ia turut ambil bagian dalam pengukuran derajat lintang
bumi dan melakukan observatorium astronomi pada tahun 829 M. karya-karya besar
Al-Farghani adalah Harakat As-Samawiyah An-Nujum (asas-asas ilmu
bintang), dan Usul Ilmu An-Nujum (pengantar ilmu perbintangan).
c.
Al-Battani (858
M-929 M)
Al-battani merupakan
penerus Al-Farghani dalam melakukuan observasi-observasi astronomi pada
observatorium yang dibangun Khalifah Al-Makmun. Di antara karya-karya
Al-Battani antara lain: Kitab Ma’firat Matali Al-buruj fi Ma Bayna Arba’
Al-Falak (sebuah buku ilmu pengeetahuan mengenai zodiac), Risalah fi
Tahkik Akdar Al-Ittisalat (sebuah uraian mengenai penerapan-penerapan
astrologis), Az-Zij (Astronomical Treatese and Tables),
5.
Bidang Bahasa Dan Sastra
a.
Ibnu Maqaffa (720 M-
756 M)
Ibnu Muqaffa adalah
pengarang Arab berkebangsaan Persia. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan
karya sastar tentang kebudayaan India dan Persia kedalam bahasa Arab, dan orang
pertama yang melahirkan karya prosa dalam bahasa Arab.
b.
Imam Sibawayh
Imam
Sibawayh dikenal sebagai Imam ahli nahwu yang sangat teliti dan konsisten
menjaga dan memelihara kaidah bahasa Arab. Kitab besar karyanya adalah “Kitab
Al-Sibawayh” yaitu karya tentang ilmu bahasa, yang dinilai sangat memuaskan
bagi generasi berikutnya.
c.
Abu Nuwas (762 M-813
M)
Abu
Nuwas adalah penyair Arab termasyur pada zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid. Ia
menjadi penyair di istana Khalifah. Syair-syair puisi Abu Nuwas dihimpun dalam
Diwan Abu Nuwas. Diterbitkan di Wina Austria pada tahun 1885 M dan di Kairo
pada tahun 1898 M dan 1932 M.
6.
Bidang Tafsir Al-Qur’an
a.
Imam Zamakhsyari
Karyanya
Tafsir Al-Kasyaf. Tafsir ini disusun berdasarkan gaya bahasa Al-qur’an (balagah).
b.
Imam Abu Sa’id
Karyanya Tafsir Al-Baidawi dan Tafsir Anwarut Tanzil. Tafsir
ini memiliki corak yang sama dengan Tafsir Al-Kasyaf.
c.
Imam Az-Zajad
Karyanya Tafsir Ma’anil Qur’an. Tafsir ini berdasarkan gramatika
bahasa Arab.
7.
Bidang Hadits
a.
Imam Bukhari (810 M- 870 M)
Di antara karyanya yang popular adalah: Sahih
Bukhari Tarikh kabir, Tarikh Ausat..
b.
Imam Muslim (810 M- 870 M)
Diantara karyanya adalah: Sahih Muslim,
Musnad Kabir, Jami’ul Kabir.
c.
Imam Abu Daud (817 M- 889 M)
Karya beliau yang terpopuler adalah Sunan
Abu Dawud. Kitab ini menghimpun 4.800 hadits hasil seleksi ketat dari
500.000 hadits.
d.
Imam Tirmidzi (824 M- 892 M)
Karya beliau yang popular adalah Sunan
Tirmidzi yang memuat 3.956 hadits pilihan yang merupakan hasil seleksi yang
ribuan hadits yang diterimanya.
2.4
Kemunduran Dinasti Bani Abbas (850-1194 M.)
Menurut Jaih Mubarok, (2008:147-158) diantara hal yang
menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1)
Perpecahan Internal
Ketika khalifah Abbasiyah mencapai puncak
kejayaan, al-Rasid (layaknya carlemagne di Eropa) membagi kerajaan untuk kedua
anaknya disertai sebuah perjanjian. Kematian al-Rasid menimbulkan perang sipil
yang keempat ketika sejumlah wilayah yang berbeda saling menyeerang satu sama
lain. (Black, 2006:65).
Harun
al-Rasyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota
untuk menjadi khalifah, al-Amin dan al-Ma’mun. Al-Amin diberi hadiah berupa
wilayah bagian barat sedangkan al-Ma’mun diberi hadiah berupa wilayah bagian
timur. Setelah Harun al-Rasyid wafat (809 M.), al-Amin putra mahkota tertua
tidak bersedia membagi wilayah dengan al-Ma’mun. Oleh sebab itu, pertempuran
bersaudara terjadi yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun. (Mubarok, 2008) .
2)
Mu’tajilah dan Mihnat
Al-Ma’mun adalah khalifah yang
menganut faham Mu’tazilah dan menjadikannya sebagai madzhab resmi dinasti Bani
Abbas (tahun 827 M.) (Mubarok, 2008) .
faham Mu’tazilah yang
dijadikan alat oleh al-Ma’mun untuk menguji para pemuka agama dan hakim adalah
ajaran tentang kemakhlukan Al-Qur’an. Pandangan Mu’tazilah tentang kemakhlukan
Al-Qr’an mendapat tanggapan dari Imam al-Syafi'i.’dalam kitab al-fiqh
al-akbar, Imam al-Syafi’I berkata:
و من قال: انه (القرأن, pen. )
مخلوق فهو كافر. ((as-Syafi’i.
16
“Ulama yang berpendapat
bahwa Al-Qur’an itu makhluk adalah kafir” (Mubarok,
2008).
3)
Khilafah dan Ahmad Ibn Hanbal
Khalifah al-Ma’mun yang
mengangkat Tahir sebagai Gubernr khurasan ternyata melahirkan masalah pada masa
kepemimpinan sesudahnya. Karena Tahir kemudian berhasil mendirikan Dinasti
(kecil) Tahiriyah yang berkuasa di Khurasan dan tidak tunduk lagi kepada
Dinasti Bani Abbas.
Ahmad Ibn Hanbal memiliki
beberapa murid yang mempelajari dan menekuni hadits, diantara mereka yang
berbakat adalah Imam Bukhari (w. 256 H/ 869-870 M.). beliau memiliki kemampuan
yang luar biasa dalam membedakan hadits melalui klasifikasi (verifikasi)
setelah mengumpulkan hadits dari berbagai ulama dan berbagai daerah selama 16
tahun.
4)
Akidah Aliran Ahl al-Sunah
Perdebatan atara al-Juba’I
dengan al-Asy’ari membuat murid mengubah sikap, yaitu menyatakan diri keluar
dari Mu’tajilah (Mubarok, 2008).
2.5
Dinasti-dinasti kecil yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah
Menurut Samsul Munir
(2009:153) dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Bagdad pada
masa khalifah Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Tahiri di Khurasan (200-259 H/820-872 M.)
2. Safariyah di Fars, Persia (868-901 M.)
3. Samaniyah di Transoxania ( 873-998 M.)
4. Sajiyyah di Azerbaizan (878-930 M.)
5. Buwaihiyah, Persia (932-1055 M.)
6. Thuluniyah di Mesir (837-903 M.)
7. Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M.)
8. Ghaznawiyah di Afganistan (962-1189 M.)
9. Dinasti Saljuk (1055-1157 M.)
10. Al-Barzuqani, Kurdi (959-1015 M.)
11. Abu Ali, Kurdi (990-1095 M.)
12. Ayyubiyah, Kurdi (1167-1250 M.)
13. Idrisiyah di Maroko (788-985 M.)
14. Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M.)
15. Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M.)
16. Alawiyah di Tabiristan (864-928 M.)
17. Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002 M.)
18. Mazyadiyah di Hillah (1023-1150 M.)
19. Ukailiyah di Mausil (996-1095 M.)
20. Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M.)
21. Dinasti Umayyah di Spanyol
22. Dinasti Fatimah di Mesir
Menurut Mubarok, (Yatim, 2011:52-53) dinasti-dinasti kecil dapat
di bedakan menjadi dua: dinasti yang mengakui khalifah Abbasiyah, dan dinasti
yang tidak mengakui khalifah Abbasiyah. Sedangkan dari letak geografis,
dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua: dinasti-dinasti kecil di
timur Bagdad (Thahiri, Safari, dan Samani), dan dinasti-dinasti kecil di barat
Bagdad (Idrisi, Aglabi, Thulun, Hamdani, dan Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua
dinasti kecil yang secara langsung menguasa Bagdad, Buwaihi dan Saljuk.
·
Dinasti-dinasti Kecil di Timur Bagdad:
1. Tahiri (200-259 H/820-872 M.)
Sebelum meninggal, Harun
al-Rasyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota
untuk menjadi khalifah: al-Amin dan al-Ma’mun. Al-Amin dihadiahi wilayah bagian
Barat, sedangkan al-Ma’mun dihadiahi wilayah bagian Timur. Setelah Harun
al-Rasyid wafat (809 M.), al-Amin putra mahkota tertua tidak bersedia membagi
wilayahnya dengan al-Ma’mun. oleh karena itu, pertempuran dua bersaudara
terjadi yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun. setelah perang usai,
al-Ma’mun menyatukan kembali wilayah Dinasti Bani Abbas. Untuk keperluan itu ia
didukung oleh Tahir panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu, al-Mu’tashim (Siti Maryam, 2012:123).
2. Dinasti Safari
Ya’qub Ibn Laits al-Shafar
adalah perwira militer yang kemudian diangkat menjadi amir wilayah
Sajistan pada zaman khlifah al-Muftadi (869-870 M.). ya’qub Ibn Laif al-Safah
mendpat dukungan dari khalifah al-Mu’tamid (870-892 M.) untuk memperluan
wilayah kekuasaanya hingga berhasil menaklukan Blakh, Tabaristan, Sind, dan
Kabul (Mubarok, 2008) .
3. Dinasti Samani (261-389 H/874-999 M.)
Jaih Mubarok,(2008:162)
menjelaskan dinasti Samani tidak jauh seperti pada zaman al-Ma’mun yang
membagi-bagi wilayah kepada para pendukungnya bersamaan dengan pemberian
wilayah kepada Tahiri di Khurasan pembagian wilayah dan ‘amir pada zaman
al-Ma’mun (Mubarok, 2008) .
Pada waktu itu lahir ulama
besar juga melahirkan karya-karya besar. Diantra mereka adalah Al-Firdausi,
Umar Khayyam, Ibn Sina, Al-Biruni, Zakaria al-Razi dan al-Farabi (Mubarok, 2008:162).
4. Zakaria al-Razi (865-925 M.)
Al-Razi terkenal dengan Razhes
(Bahasa Latin). Beliau adalah ahli kedokteran klinis, dan penerus Ibn
Hayyan dalam pengembangan Ilmu Kimia. Yang melakukan penelitian empiris dengan
menggunakan peralatan yang lebih canggih di banding kegiatan ilmiah sebelumnya
dan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenakannya terhadp bahan-bahan yang
ditelitinya serta hasilnya (Mubarok, 2008) .
5. Al-Farabi (870-950 M.)
Al-Farabi dibarat dikenal
dengan nama al-fharabius adalah filosof yang juga ahli dalam bidang
logika, matematika dan pengobatan. Dalam bidang fisika, al-Farabi menulis kitab
al-Musiqa (Mubarok,
2008) .
6. Al Biruni (973-1048 M.)
Al-Biruni (Al-Beruni)
adalah Abu Raihan Muhammad al-Biruni. Ia
tinggal di astana Mahmud di Gazni (Afganistan). Akbar S. Ahmed
menjulukinya dengan gelar ahli
antropologi (Bapak Antropologi). (Mubarok, J.,2008:164).
7. Dinasti Gaznawi
Alptigin hanya setia pada
Abd al-Malik Ibn Nuh, ketika Abd al-Malik Ibn Nuh wafat ia tidak mentaati
khalifah Samani yang baru, yaitu Mansyur Ibn Nuh (Pengganti Abd al-Malik Ibn
Nuh). Pada tahun 963 M., Aliptigin wafat
dan digantikan oleh putranya Ishak. Akan tetapi, kekuasaanya kemudian direbut
oleh Balktigin, dan Balktigin kemudian digantikan oleh Pirri, Pirri kemudian
diserang oleh Subuktigin dan ia berhasil menguasai Gazna pada tahun 977 M. Subuktigin
dianggap sebagai pendiri Dinasti Gaznawi yang sebenarnya. Akan tetapi,
Subuktigin masih tunduk kepada Dinasti Samani yaitu Nuh Ibn Mansyur (Mubarok, 2008) .
8. Dinasti Buwaihi
Abu Syuja’ Buwaihi adalah
seorang kebangsaan Persia dari Dailam. Ketiga anaknya: ‘Ali (Imad al-Daulah), Hasan
(Rukh al-Daulah), dan Ahmad (Mu’izz al-Daulah) merupakan pendiri dinasti
Buwaihi. (Siti Maryam, 2012:113).
Terjadi perangan antara Makan Ibn Kaki al-Dailami
dengan Mardawij, tiga saudara ini membelot dari Makn dab berpihak kepada
Mardawij dengan alasan, Makan Ibn Kaki al-Dailami tidak lagi mampu mrmbayar
mereka. (Mubarok, 2008:169).
Pembentukan Khalifah
Boneka Ketika berkuasa di Bagdad, khalifah bani Abbas di jadikan penguasa simboik
(de jure), dan pengendalian pemerintahan secara de facto berada ditangan amir. Tiga bersaudara
ini memiliki daerah kekauasaan masing-masing. Ahmad Ibn Buwaihi berkuasa di
Bagdad, Ali Ibn Buwaihi berkuasa di Fars, dan Hasan Ibn Buwaihi (Rukh
a-Dawlat). (Mubarok, 2008:171).
9. Dinasti Saljuk
Dinasti Saljuk dinisbahkan kepada Saljuk Ibn Tuqaq. Tuqaq
(ayah Saljuk) adalah pemimpin sukub Oghus (ghuzz atau Oxus) yang menguasai
wilayah Turkestan, tempat mereka tinggal. Saljuk Ibn Tuqaq pernah menjadi
panglima imperium Ulghur yang ditempatkan di selatan lembah Tahrim dengan
kashgar sebagai ibukotanya (Mubarok, 2008) .
Sepeninggalan Saljuk,
pemimpin suku dipegang oleh Mikail. Akan tetapi, ia gugur ketika perang melawan
dinasti Ghaznawi yang hendak merebut Khurasana dari Samaniyah. Setelah wafat,
Mikail digantikan oleh anaknya, Tugril Bek. Tugril Bek, karena dinasti Samani
sudah mulai melemah, berhasil menguasai Merv (ibukota Khurusan), Jurzan,
Tibristan, dailam, dan Karman (1037 M). Sejak itu, Tugril Bek memproklamirkan berdirinya
dinasti Saljuk dan diakui oleh dinasti Bani Abbas sekitar tiga tahun kemudian
(1040 M). Setelah itu, Tugril Bek menguasai Iran atau Persia, Anatolia, dan
Armenia (Siti Maryam, 2012:136).
Mubarok, (2008:177) dinasti
Saljuk dicatat sebagai dinasti yang sukses dalam membangun masyarakat ketika
itu. Diantara kegiatan yang dilakukannya adalah : 1. Memperluas masjid al-Haram
dan masjid al-Nabawi, 2. Membangun rumah sakit di Naisafur, 3. Pembangunan
gedung penerompong bintang, dan 4. Pembangunan sarana pendidikan.
·
Dinasti-dinasti Kecil di Barat Bagdad:
1. Dinasti Idrisi di Maroko (172 H/789 M.)
Mubarok,
J.,(2008:180-181). Menjelaskan bahwa berdirinya dinasti Idrisi karena di awali
oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Imam Husein Ibn Ali dimadinah pada zaman
Dinasti Umayyah. Dalam perang tersebut,
Imam Husen terbunuh di Karbala, dan salah seorang keluarganya, Idris Ibn Abd
Allah, melarikan diri ke Mesir kemudian pindah ke Maroko di kota Walilia. Di
Maroko, ia bergabung dengan Ishaq Ibn ‘Abd al-Hamid (kepala suku Awraba) dan ia
di bai’at oleh suku Awraba di Maroko sebagai pemimpin mereka, maka berdirilah
dinasti Idris di Maroko. Idris Ibn Idris diganti oleh anaknya, Muhammad
Ibn Idris. Muhammad membagi kerajaan menjadi beberapa kawasan, dan di setiap
kawasan diberikan kepada saudara-saudaranya untuk memimpin. pembagian wilayah
melahirkan perang saudara di kalangan Idrisi sehingga akhirnya mereka berhasil
ditaklukkan oleh dinasti Fatimiah.
2. Dinasti Aghlabi di Tunis ( 184-296 H/800-908
M.)
Mubarok, J.,(2008:181). Dalam bukunya menjelaskan bahwa
dinasti Aglhabi didirikan oleh keturunan Ibrahim Ibn Aghlab Ibn Salim
al-Tamimi. Ibrahim Ibn Aghlab Ibn Salim al-Tamimi diberi wewenang oleh Harun
al-Rasyid untuk memimpin pemerintahannya terletak di Tunis.
3. Dinasti Thulun di Mesir (254-292 H/869—905 M.)
Mubarok, (2008:182). Pada era kepemimpinan Thulun, Mesir menjadi wilyah yang
merdeka dari pemerintahan Abasiah di Irak. Pada waktu itu, dibangun Masjid Jami
Ibn Thulun yang masih terpelihara hingga sekarng, dan Fusthath dijadikan pusat
pemerintahan. Puncak dinasti Thuluniah
di Mesir adalah pada zaman Khumariyah Ibn Ahmad Ibn Thulun (270-282 H/ 884-895
M).
4. Dinasti Hamdani di Jazirah Arabia
Mubarok, J.,(2008:183).
Menjelaskan bahwa Dinasti ini didirikan oleh Hamdan Ibn Hamdun Ibn al-Harits
yang didirikan pada akhir abad ketiga hijriah. Salah satu keturunan Hamdan
adalah al-Husein Ibn Hamdan.
5. Dinasti Ikhsyidi (934-967 M.)
Mubarok, J.,(2008:183) dinasti ini didirikan oleh
Muhammad Ibn Thugi (Turki) setelah berakhirnya dinasti Thulun. Dinasti Fatimiah
yang berpusat di Afrika Utara menyerang Mesir. Muhammad Ibn Thugi berhasil mempertahankan
sungai Nil dari serangan Fatimiah tersebut.
2.6
Kehancuran Dinasti Bani Abbas
Mubarok, J.,(2008:200-201)
Dinasti Abbas yang berkuasa sekitar lima abad disibukan oleh konflik internal
(mereka dikendalikan oleh dinasti-dinasti bawahannya) dan menghadapi perang
salib dalam beberapa gelombang. Karena perhatian terhadap perang salib begitu
besar, kedatangan pasukan Mongol ke Baghdad tidak terantisipasi, padahal
sebelumnya pasukan Mongol sudah menaklukkan Transoxiana (1220 M), Gaaznawi
(1221 M), Ajerbaizan (1223 M), dan Saljuk di Asia kecil (1243 M).
Penghancuran kota Bagdad
menjadi pukulan bagi umat Islam. Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad
telah menjadi pusat dan symbol otoritas politik Islamselama lima abad. Kini
kekuasaan Abbasiyah runtuh dan sang khalifah sendiri dibunuh oleh bangsa Mongol
serta penghancuran perpustakaan Bagdad buku-buku dilemparkan ke sungai Tigris
dan Aufrat sehingga sungai-sungai itu menghitam (Mattson,
2013) .
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1.1
Sejarah Berdirinya
Sebagai mana yang telah
kita ketahui bahwa awal berdirinya Daulah Abbasiyah itu disebabkan adanya
pemberontakan dari kaum Bani Hasyim terhadap daulah Amawiyah I yang kita kenal
daulah bani Umayyah. Pemberontakan itu dilatar belakangi dengan adanya penyimpangan-penyimpangan syariat yang telah
dilakukan oleh daulah Amawiyah terhadap ajaran Islam dan hak asasi manusia.
Oleh sebab itu, logis kalau bani Hasyim melancarkan gerakan rahasia untuk
menumbangkan daulah Umayyah. Menurut Musyrifah Sunanto (2003:47). Gerakan yang
dilancarkan itu menghimpun:
1. Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu
Salamah,
2. Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya
Ibrahim al-Iman,
3. Keturunan Bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim
al-Khurasany.
Para pemberontak dari bani Hasyim mereka memusatkan kegiatannya di
Khurasan. Dengan perjuangan ini pada tahun 132 H/750 M. tumbanglah daulah
Umayyah dengan terbunuhnya Marwan Ibn Muhammad, yang menjadi khalifah terakhir.
Dengan demikian mulailah bertenggernya dinasti Abbasiyah dengan di bai’atnya
khalifah pertama, Abdullah Ibn Muhammad dengan gelar Abu al-Abbas as-Saffah di
masjid Kufah pada tahun 132 H/750 M dan
seterusnya kekhalifahan dari keturunan Bani Abbasiyah sampai akhirnya.
3.2
Perkembangan dan kemajuan dinasti Abbasiyah
Pada masa daulah Abbasiyah
berkali-kali mengalami perubahan corak kebudayan islam sesuai dengan terjadinya
perubahan dari bidang politik, ekonomi dan sosial.
Masa daulah Abbasiyah
terdiri dari empat masa yang dikutif dari Musyrifah Sunanto,(2003:50-51)
diantanya:
1.
Masa Abbasiyah I, semenjak lahirnya daulag Abbasiyah tahun 132 H/750 M. sampai meninggalnya
khalifah Al- Wasiq tahun 232
H/847 M.
2. Masa Abbasiyah II, tahun 232 -334 H/847 -946
M. mulai khalifah Al-Mutawakkil sampai berdirinya daulah Buwaihi di Bagdad.
3. Masa Abbasiyah III, tahun 334-447 H/946-1055
M., dan berdirinya daulah Buwaihi sampai masuknya kaum Saljuk ke Bagdad.
4. Masa Abbasy IV Tahun 447-656 H/1055-1258 M.,
dan masuknya orang-orang Saljuk ke Bagdad sampai jatuhnya Bagdad ketangan
bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.
a.
Politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah I.
Musyrifah Sunanto, (2003:51-52).
Menjelaskan dalam bukunya polotik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah I
diantaranya:
1. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah
yang mempertahankan keturunan Arab murni oleh Wazir, Menteri, Gubernur, dan
para panglima beserta pegawai-pegawai yang berasal dari berbagai bangsa dan masa ini yang sedang banyak di
angkat dari golongan Mawali turunan Persia.
2. Kota Bagdad sebagai ibukota Negara, menjadi
pusat kegiatan politik, sosial, dan kebudayaan serta di jadikan sebagai kota
internasional yang terbuka bagi segala bangsa dan keyakinan,
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu
yang sangat penting dan mulia.
4. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.
5. Para menteri keturunan Persia di beri hak
penuh dalam menjalankan pemerintahan mereka sehingga peranan penting dalam
membina tamadun Islam.
Dari uraian diatas kita
dapat memahami pada masa daulah Abbasiyah I kekuasaan semuaya di pimpin dan
diduduki oleh kalangan bangsa Arab karena yang dulunya bangsa Arab selalu di
aniaya oleh bani umayyah. Oleh sebab itu dengan pemegangan kekuasaa oleh bangsa
Arab membuat kedudukan kepemerintahan bani Abbas I ini mengalami kekuatan yang
sangat kuat dan selalu bertengger memberikan kejayaan terhadap daulah
Abbasiyah, dengan pengangkatan dari kalangan Mawali turunan Persia memberikan
dukungan yang sangat baik terhadap daulah Abbasiyah karena qolongan Mawali
dulunya mengalami penganiayaan dan hak-haknya tidak diberikan pada masa daulah
umayyah. Sehingga Mawali sangat mendukung atas pemberontakan yang dilakukan
oleh bani Hasyim, golongan Mawali sebagai salah satu ujung tombak keberhasilan
dinasti Abbasiyah dalam meruntuhkan kejayaan daulah umayyah.
Dimasa ini juga menjadikan
kota Bagdad sebagai ibu kota Negara dan menjadi pusat segala kegiatan yang ada
dari mulai kegiatan politik, sosial dan kebudayaan. Bagdad mengalami
perkembangan yang sangat signifikan mengarah kepada kebaikan dan kesempurnaan
karena dijadikan sebagai pusat kegiatan. Sehingga kota Bagdad terkenal
diseluruh pelosok dunia karena kemajuannya secara tidak langsung menjadi daya
tarik bagi bangsa-bangsa dari luar arab dan di sana terkumpul bangsa-bangsa arab
seperti, Turki, Persia, Rumawi, Qibthi. Tidak lupa di Bagdad waktu itu sangat
berkembang dari ilmu pengetahuannya yang menyebabkan majunya ilmu pengetahuan
dibagdad itu tidak lain karena kecintaanya para khalifah kepada ilmu
pengetahuan sehingga terus menggali dan meneliti mengembangkan ilmu
pengetahuan. Islam waktu itu dunia islam mengalami kejayaan, maju dan makmur
sebaliknya dengan dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primitif
karena masih asyik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Latar belakang yang paling
kuat mengenai kecintaan para khalifah kepada ilmu karena mereka dekat dengan
Al-Qur’an dan As-Sunah, yang mana dalam Al-Qur’an dan As-Sunah terdapat
kalimat-kalimat yang menjelaskan pentingnya mengembangkan ilmu pengetahuan
dengan hal itu Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu
sebagaimana yang termakdub dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
يرفع الله الذين آمنوا منكم و الذين أوتوا العلم
درجات ك والله بما تعملون خبير
(11)
Artinya: “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah,58:11). Dengan
demikian kita selaku umat islam harus menjadi mata rantai dari keberlanjutannya
masa daulah Abbasiyah yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan menghormati
para ilmuan.
Masa daulah Abbasiyah
membebaskan berfikir pada Akhirnya dimasa itu melahirkan beberapa pemahaman
yang bermacam-macam dan terdapat pemahaman yang menyimpang dari ajaran agama
islam. Tetapai dengan hadirnya para ulama yang berperan dalam ilmu pengetahuan
ahli fuqaha dan sebagainya seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I,
dan Imam Ahmad. Pada masa daulah Abbasiyah I ini mengalami kejayaan dan kemajuan
dari pertahanan kemiliteran dan ilmu pengetahuan.
b.
Politik Daulah Abbasiyah II,III dan IV
Musyrifah Sunanto,
(2003:52-53). Menjelaskan dalam bukunya polotik yang dijalankan oleh Daulah
Abbasiyah II, III, dan IV diantaranya:
1. Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan
kadang-kadang hanya sebagai lambang saja.
2. Kota Bagdad bukan satu-satunya kota
internasional terbesar, sebab masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk
mendirikan kota yang menyaingi kota Bagdad. Di barat tumbuh kota Cordon,
Toledo, dan Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Kairo. Di Syuria kota
Mush dan Halab. Di Timur tumbuh kota Bukhara.
3. Kalau keadaan politik dan militer merosot,
sedangkan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Disinilah perbedaannya mengenai
sistem politik yang dijalankan pada daulah Abbasiyah I dengan II, III, dan IV.
Pada masa ini kekuasaan
pemerintahan Abbasiyah mengalami kemunduran dan pelemahan tidak lain dan tidak
bukan dikarenakan kewibawaan khalifah telah merosot dan jatuh ketangan para
perwira-perwira yang diangkat oleh khalifah. Segala keputusan yang tadinya ditangan
khalifah sekarang telah beralih kepada para menteri sehingga keputusan dan
perintah khalifah tidak dilaksanakan dan
di patuhi, bahkan khalifah menyerahkan keputusan kepara para perwiranya.
Sehingga para menteri dan perwira tinggi yang tadinya diangkat dan ditugaskan
oleh khalifah untuk menjaga wilayah-wilayah kekuasaan Abbasiyah secara
merta-merta membangun kekuasaan sendiri dan bersaing untuk mengalahkan
keunggulan yang ada di kota Bagdad dan lahirlah kota-kota yang menyaingi kota
Bagdad akhirnya Bagdad bukan menjadi kota internasional. Dulunya Bagdad
merupakan kota yang keagungannya tiada tara. Sebagaimana yang termaktub di
dakam legenda-legenda “1001 Malam”. Tidak hanya itu Bagdad adalah negeri yang
penuh dengan keagungan, kemewahan, dan kemegahan. Masyarakatnya hidup rukun,
tenang dan damai penuh dengan kemakmuran.
Dinasti Abbasiyah
mengalami kejayaan dan kemegahan yang sangat luar biasa yaitu pada masa
khalifah Harun al-Rasid. Bagdad adalah kota yang sangat kaya raya tidak ada
satu kotapun di dunia yang menandingi kemajuan dan kemegahannya kota Bagdad.
Benua Eropa waktu itu masih berada pada zaman kegelapan, sedangkan Bagdad sudah
menjadi kota kosmopolitan yang jumlah pendudukannya sudah banyak. Oleh sebab
itu, banyak orang-orang datang ke kota Bagdad dari seluruh pelosok dunia,
sekalipun dari Spanyol, India dan China untuk melakukan perdagangan atau
kebutuhan lainnya.
Salah satu kesuksesannya
kota Bagdad kerena wilayahnya yang strategis memiliki keunggulan dari geografi,
astronomi, di tambah dengan teknologi perkapalannya yang mampu dimanfaatkan
secara optimal. Tidak hanya itu kaum Muslim pada masa dinasti Abbasiyah
menjalankan perdagangan dengan adil, pertanian dan peridustrian dengan penataan
yang rapid an sistematis. Sehingga membuat kota itu sebagai pusat perdagangan
dunia.
Bagdad adalah kota ilmu
pengetahuan termaju di dunia, terdapat puluhan perpustakaannya yang didalamnya
terdapat ribuan buku-buku yang sangat berkualitas dan bermutu tinggi karna hasil karya dari
orang-orang yang sangat hebat dengan pemikiran dan ide-idenya, sehingga wajar
dan logislah apabila masyarakat Bagdadpun berpikiran maju dan berwawasan luas.
Ilmu pengetahuan yang berkembang dan mencapai kejayaannya mencakap segala
bidang diantaranya bidang kedokteran, filsafat, astronomi dan sebagainya.
Bidang kedokteran kaum
muslim waktu itu telah menggunakan metode dan sistem kedokteran yang canggih
dan modern. Salah satu ilmuan kedokteran yang terkenal adalah Ibn Sina. Menurut
Eko Laksono, (2014:133) Ibn Sina orang banyak orang dan para ahli dari barat
dianggap sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran Modern”. Buku kedokterannya, Al-Qonun
Al-Tib (The Canun of Medicine) di bawa ke eropa dan kemudian di pakai
selama 700 tahun di universitas di sana pada jaman pertengahan. Ibn Sina
dikenal di Eropa dengan nama Avicenna. Dan masih banyak kemajuan ilmu
pengetahuan dari bidang lainnya seperti, bidang Filsafat, bidang matematika,
bidang astronomi, bidang Sastra dan Bahasa, bidang Tafsir al-Qur’an dan dalam
bidang hadits.
Pada masa dinasti
Abbasiyah, Banyak ilmuwan-ilmuwan brilian yang sangat produktif bermunculan,
dan bahkan banyak pula dari mereka seorang polymath. Polymath adalah orang-orang jenius istimewa
yang mampu menguasai tidak hanya satu, tapi beberapa bidang ilmu, sekaligus.
kita dapat menganalisi
bagaimana kemajuan pada masa dinasti Abbasiyah. Apabila suatu bangsa, negara
ataupun kota ingin maju dan penuh dengan kesejahteraan. Kuncinya dari itu semua
adalah adanya suatu keseimbangan suatu kesatuan atau sistem kokoh dari
pemerintahnya atau masyarakatnya. Suatu bangsa akan maju apanila sumber daya
manusianya memiliki kemampuan yang berkualitas dan bermutu dari bidang ilmu
pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan segala sesuatu akan terpecahkan sehingga
mampu menciptakan hal-hal yang mampu membantu dan meringankan beban kehidupan.
Islam dulu pernah berjaya bukan dengan kurun waktu yang singkat tetapi sangat
lami sekitar lima abad. Waktu itu bukanlah waktu yang sebentar, berkat
kecintaan para khalifah terhadap ilmu pengetahuan sehingga terus menerus
melakukan penelitian dan observasi. Atas dasar kecintaan itulah berdirinya
puluhan perpustakaan yang besar sebagai pusat ilmu pengetahuan, menghormati
para ahli ilmu dan pakar. Peradaban Islam akan jaya lagi apabila punya
kesadaran terhadap pentingnya mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ini semua adalah buah dari indahnya pendidikan islam, yang
ketika itu berhasil membangun peradaban yang sangat maju dan kaya-raya.
Peradaban yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi
keislaman. Apabila kita mau peduli, ini juga akan memberi kepada kita sebuah
peluang untuk membangun peradaban yang baru, yang lebih maju, lebih hebat dan
lebih jaya. Yaitu peradaban yang semua elemen didalamnya berbasis ketentuan
islam, termasuk pendidikan.
Orang yang memiliki
kedudukan tertinggilah yang paling utama harus memiliki rasa cinta terhadap
ilmu pengetahuan sehingga mampu memberikan pelayanan dan pasilitas kepada para
masyarakatnya, karena Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang atau maju apabila tidak
ada sistem yang mendukung terhadap kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu
pengetahuan sangatlah penting sekali, Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak
heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah
maupun manusia.
Apabila kita menyangkut
pautkannya pada kehidupan sekarang ada beberapa hal yang harus dibenahi. Pada
era sekarang, begitu banyak permasalahan yang terjadi disetiap hidup dan
kehidupan dari berbagai elemen kehidupan. Pendidikan tidak mencerminkan
pendidikan dengan banyak kasus seorang guru memperkosa peserta didiknya, moral
generasi muda yang sudah tidak karuan, aneh dan menyimpang, pencurian
merajalela, korupsi menjadi hal yang biasa, perkelahian antar pelajar menjadi
santapan media baik media cetak maupun elektronik.
Masalah pendidikan seakan-akan tidak ada
ujungnya. Masalah yang satu belum terselesaikan datang masalah yang baru. Dari
mulai kondisi sekolah yang kurang baik, biaya sekolah, kurikulum pendidikan,
atau nasib para tenaga kerja. Di Indonesia ini dengan adanya wajib belajar
Sembilan tahun memberikan keringanan kepada masyarakat kalangan bawah yang
tidak mampu untuk sekolah. Akan tetapi belajar hanya sampai SMP atau Madrasah
Tsanawiyah, masih kurang dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,
apabila di bandingkan dengan Negara-negara lain pendidikan Indonesia masih
tertinggal jauh, bahkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang tarap
pendidikannya minimal SMA atau S1.
Di media diberitakan bahwa
banyak sarjana yang menjadi pengangguran. Bahkan yang sangat menyisit hati
mendengarnya yang lulusan sarjana hanya bekerja sebagai tukang sapu. Tetapi
kita jangan pernah menyerah untuk melakukan perubahan dan terus berusaha.
Caranya yaitu gengan mempelajari sistem pendidikan yang pernah membawa umat
manusia pada masa keemasan, peradaban yang diakui sebagai salahsatu puncak
tertinggi peradaban umat manusia. Yaitu zaman “1001 malam” saat islam berjaya,
saat pendidikan islam diberlakukan dengan total.
Pada peradaban dinasti
Abbasiyah ini telah dibuktikan bahwa dengan melaksanakan sitem islamisasi yaitu
nilai-nilai Islam yang total disetiap bidang mampu menciptakan peradaban Islam
yang sangat maju di muka bumi yang diakui kehebatannya oleh seluruh negara.
Islam datang sebagai
penyelamat atas kejahiliyahan menuju islamiyah dan akhirnya ilmiah. Dengan mengajarkan
kepada kita semua sebuah sistem pendidkan yang ideal. Sistem pendidikan yang
sangat menghargai ilmu, sistem pendidikan yang sangat menghargai profesi guru,
sistem pendidikan yang sangat menghargai para ulama.
Buahnya adalah terciptanya
sistem pendidikan yang benar-benar menghargai pengetahuan yang akan membuat
banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Inilah yang harus kita tekankan,
karena sayangnya yang kita rasakan saat ini banyak praktek pendidikan saat ini
lebih cenderung menghargai ijazah dan uang ketimbang ilmu pengetahuan, inovasi,
dan penemuan. Dengan mengubah pemikiran yang tadinya berpikiran menuntut ilmu
itu hanya untuk mendapatkan ijazah, dapat di terima di perusahann yang bagus
dan besar gajihnya. Kepada mwnuntut ilmu itu adalah suatu kebutuhan, apabila
sudah menjdai kebutuhan maka ilmu pengetahuan menjadi santapan masyarakat baik
kalangan anak-anak, remaja, dewasa maupun tua. Selama nyawa masih di kandung
badan menuntut ilmu tetap di haruskan.
Tugas kita di bumi,
sebagai khalifah atau wakil Allah SWT., yang bertugas menjaga dan mengoptimalkan
pemberian Allah yang sudah tersedia di alam. Maka, semua itu tidak akan
berhasil oleh ilmu pengetahuan. Islam mengajarkan kebada kita untuk membaca.
Membaca buku-buku pengetahuan serta membaca alam yang senantiasa menyandarkan
segala urusan dengan menyertakan Allah SWT. Maka, secara tidak langsung Allah
hendak menjadikan umat Islam itu orang-orangnya pintar-pintar.
Aristoteles pernah berkata
“Ilmu tanpa agama pincang sedangkan agama tanpa ilmu buta” . maka, orang
yang berilmu tinggi harus menjadikannya lebih dekat dengan sang pemberi ilmu
yaitu Allah SWT.
Islam tidak
membeda-bedakan dalam sistem hukum, semuanya diperlakukan adil dan sama
derajatnya. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menggali sebanyak-banyaknya
ilmu pengetahuan. Tidak peduli ia seorang laki-laki atau perempuan, masih kecil
atau sudah sangat tua, orang miskin atau orang kaya. Semuanya wajib menuntut
ilmu.
3.3
Lahirnya Dinasti-Dinasti Kecil
Lahirnya dinasti-dinasti kecil
dikarenakan faktor luas wilayah yang telah menjadi kekuasaan khalifah sehingga
membutuhkan wakil untuk mengawasi wilayah-wilayah yang kecil itu kalau kita
sebut sebagai provinsi-provinsinya oleh karena itu khalifah mengutus para
penglima tinggi untuk menjadi gubernur
di setiap provinsi itu.
Dinasti-dinasti kecil yang Menurut Mubarok, (Yatim,
2011:52-53) dinasti-dinasti kecil dapat di bedakan menjadi dua: dinasti
yang mengakui khalifah Abbasiyah, dan dinasti yang tidak mengakui khalifah
Abbasiyah. Sedangkan dari letak geografis, dinasti-dinasti kecil dapat
dibedakan menjadi dua: dinasti-dinasti kecil di timur Bagdad (Thahiri, Safari,
dan Samani), dan dinasti-dinasti kecil di barat Bagdad (Idrisi, Aglabi, Thulun,
Hamdani, dan Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua dinasti kecil yang secara
langsung menguasa Bagdad, Buwaihi dan Saljuk.
Pembagian wilayah
kekuasaan itu tidak terlepas dari isitem politik yaitu ingin saling merebutkan
kekuasaan. Dinasti yang satu dengan yang lainnya saling menjatuhkan bukannya
saling membantu dan berkerja sama dalam menciptakan dinasti Abbasiya tetap jaya
dengan menjadikan kota Bagdad sebagai pusat kemajuan peradaban Islam dalam
segala bidang. Dinasti yang mengbengkang teradap kepemerintaan Abbasiya adalah
dinastiti-dinasti kecil yang berapada disebela bbarat Bagdad, dengan melakkan
pemberontakan-pemberontakan dan selalalu membangkang kepada kalifah.
Dinasti Abbasiyah
mengalami tekanan dan kehancuran yang diakibatkan oleh dinasti-dinasti kecil
yang di bagian barat kususnya Buwaihi dan Saljuk. Kenapa Buwaii dan Saljuk yang
menjadi pemicu kehancurannya dinasti Abbasiyah? Di karenakan dengan berkuasanya
dinasti Buwaihi secara tidak langsung aliran Mu’tazilah bangkit lagi, terutama
diwilayah Persia yang dibanti oleh kaum
Syi’ah. Seingga sering memicu konflik permasala pemaaman dikalangan masyarakat
seingga terjadi perang otak yaitu perdebatan yang sangat panas golongan
Mu’tazilah dengan lawannya yaitu Asy’ariyah. Yang mana golongan Asy’ariyah
mengundurkan diri dari pemahaman Mu’tazilah yang di nilai tidak sesuai dengan
jalan pemikiran yang rasional, banyak murid-murid Asy’ariyah yang keluar dari
golongan Mu’tazilah.
Sehingga waktu itu terjadi
kekacauan yang begitu besar dikalangan
masyarakat dalam masalah pemahaman terhadap agama Islam, mengenai penafsiran
Al-Qur’an. Yang mana kaum Mu’tazila mengatakan bawa al-Qur’an adalah makhluk. Tidak
hanya itu, dinasti Buwaihi menginginkan kekuasaan yang mandiri tidak di kekang
oleh dinasti Abbasiyah. Setelah kematinya jendral Tuzun Amad milau memasuki
Bagdad dan mulai menduduki kekuasaan Abbasiyah.
Sedangkan dinasti Saljuk
3.4
Kehancuran Dinasti Abbasiya
Waktu terus bergulir pada porosnya begitupun dengan
keadaan daulah Abbasiyah terus bergulir semakin lama bukannya bertambah kejaya
akan tetapi, semakin terpuruk karena faktor-faktor Internal maupun eksternal.
Adapun mengenai faktor Internal yaitu dinasti Abbasiyah yang besar dikendalikan
oleh dinasti-dinasti kecil sebagai bawahannya yang selalu ingin menyaingi
kekuasaan dinasti Abbasiyah dengan cara melakukan perlawanan terhadap khalifa
dan dinasti Abbasiya mengalami
kemunduran kerana menghadapi perang salib dalam beberapa gelombang. Jumla
koraban yang jatuh sangatlah luarbiasanya banyaknya puluhan ribu jiwa melayang yang
di lakukan pada saat peperangan tersebut. Karena perhatian terhadap perang
salib begitu besar dan terlalu fokus, sehingga berimplikasi pada ketidak
tahuannya kedatangan pasukan mongol ke Bagdad seingga tidak mampu terantisipasi, padahal sebelumnya pasukan
Mongol sudah menaklukan Transoxiana (1220 M.), Gaznawi (1221 M.), Ajerbaizan
(1223 M.), dan Saljuk di Asia Kecil (1243 M.). Pasukan mongol itu sedang
keadaan cukup kelelahan karena sudah menghadapi menghadapi plawan-lawannya yang
berasil di kalahkan olehnya.
Selain dari itu, para Amir
yang diangkat sebagai pejabat oleh khalifah mereka merasakan zona nyaman,
merasa berkuasa dan berjasa dan menganggap paling kuasa. Karena khalifah
senantiasa mengerahkan para militer itu untuk membantu menjaga kestabilan
pemerintahannya, para militer yang diangkat jadi amir itu berpikiran
kalau khalifah tanpan keberadaan mereka maka akan berdaya. Sehingga mereka para
pemberontak itu secara diam-diam membuat komando militer untuk menghancurkan
dinasti Abbasiyah sehingga seluruh aktivitas pemerintahan dikuasai oleh para Amir
yang berkhianat kepada khalifah sehingga terjadi the Facto. Khalifah
keasyikan menggembor-gemborkan ilmu pengetahuan melupakan kestabilan politik
dan kemiliteran pemerintahan pada akhirnya dikuasai oleh para militer.
Kemudian adanya konflik
antara khalifah al-Mu’tashim bersama al-Din al-‘Alqami. Peristiwa itulah yang
melatar belakangi kebencian al-‘Alqami. Yaitu peristiwa yang menjadi sebab
kebencian al-‘Alqami terhadap khalifah adalah tindakan yang dilakukan oleh dua
putranya, yaitu Rukh alDin al-Dawdar dan Abu Bakar yang telah menghancurkan
daerah Karkh, tempat tinggal para penganut Syi’ah. Atas tindakan keduan putra
khalifha itu al-‘Alqami merasa sakit hati dan ingin balas dendam atas perbuatan
yang dilakukan oleh kedua putra khalifah itu dengan cara mengirim surat kepada
Hulagu yang isinya berupa permintaan agar Hulagu menyerang Bagdad menjadi
hancur dan porak-poranda.
Waktu itu pasukan Hulagu
sedang menghadapi pertempuran dengan Hasyasyin setelah mengalahkan Hasyasyin,
Hulagu meminta agar khalifah al-Mu’tashim menyerah kepadanya. Akan tetapi permintaannya
itu ditolak ole khalifa, karena khalifa tidak ingin menyerah segampang itu
terladap lawannya. Seingga pada akhirnya Hulagu menyerang Bagdad pada tanggal 10
Pebruari 1258. Pada peperangan itu kaum muslimin sangat tertekan dan mengalami
penindasan, sehingga banyak yang gugur pada waktu itu, jumlah nyawa yang
melayang sangat besar jumlahnya melebihi pada saat terjadinya perang salib. Itu
merupakan sejarah dimana kaum muslimin mengalami penindasan secara besar-besar
yang dilakukan oleh pasukan yang dhalim dan sangat jauh dengan kebenaran,
pasukan yang suka maksiat.
Jumlah korban yang banyak
itu termasuk khalifah beserta keluarganya dan sebagian dapat melarikan diri ke
Mesir yang waktu itu dimesir di kuasai oleh dinasti Turki Usmani yang
memberikan perlindungan kepada mereka dan al-‘Alqami juga ikut terbunuh dalam
peperangan itu. Pada akirnya Bani Abbas di Bagdad berakhir, dan Hulagu kemudian
mendirikan dinati Ilkhan.
Dari pembaasan diatas
dapat dianalis, kehancuran dinasti Abbasiya tidak lain karena suda jauhnya
dengan al-Qur’an dan syari’at Islam. Terlalu keenakan dengan kemajuan yang tela
diciptakan sehingga melupakan tugas pokoknya yaitu menjaga kemurnian Islam
dengan senantiasa berpedoman terhadap al-Qur’an, mereka terlalu berambisius
terhadap kekuasaan, kemegahan, kemewahan dan sebagainya, melupakan persatuan
dan kesatuan sehingga terjadi perpecahan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan terlalu bebasnya
berfikir tanpa adanya standarisasi sehingga setiap orang berhak memiliki
pemahamannya masing-masing, yang seharusnya harus di saring terlebi daulu
apakah pemahan itu benar atau salah. Apalagi dalam memikirkan wahyu Allah SWT.
Tidak cukup hanya memakai akal karena kapasitas akal sangat terbatas. Oleh
karena itu ada satu lagi yang harus kita hadirkan yaitu iman, karena dengan
keimanan yang kuat dan mantap akan ada kenyakinan dan kepercayaan terhadap
firman-firman Allah yang kalau
dipikirkan oleh akal tidak akan terlampaui. Inilah kuncinya kejayaan akan
tercapai apabila akal dan iman senantiasa menjadi satu kesatuan yang terbisa di
pisahkan satu sama lain yang saling melengkapi satu sama lain.
BAB IV
KESIMPULAN
Dinasti Abbasiyah merupakah dinasti yang mencapai kemajuan peradaban Islam yang mengungguli seluruh negara di
dunia. Awal berdirinya dinasti Abbasiyah di pelopori
oleh pemberontakan yang dilakukan kaum Bani Hasyim terhadap dinasti Umayyah
karena telah terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap ajaran Islam. Pendiri sekaligus
pemimpin pertama dinasti Abbasiyah adalah Abu Abbas al-Safah (Abdullah bin
Muhammad bin ‘Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthollib )750-754
M.)( dan disambung oleh Abu Ja’far
al-Manshur (Abdullah bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdullah bin Abbas )754-775
M.)(. yang banyak berjasa dalam
membangun pemerintahan Dinasti Bani Abbas.
Dinasti Abbasiyah mencapai
kejayaan dan kemajuan yang pesat pada masa khalifah Harun al-Rasid khususnya
dalam Ilmu pengetahuan, yang berkembang dalam segala bidang dengan membangun Bayt
al-Hikmah sebagai pusat penelitian
dan penerjemahan buku-buku dan lain sebagainya.
Dinasti Abbasiya mengalami
kemunduran karena terjadinya perang sahabat sebagai faktor internal yang di latar
belakangi dengan hadirnya dinasti-dinasti kecil di Bagdad. Yang saling bersaing
untuk menjadi yang paling maju. akirnya dinasti Abbasiya tidak memperhatikan kestabilan politik dan militer karena
terlalu fokus mengembangkan Ilmu pengetauan. Selain itu dinasti Abbasiyah
mengalami keruntuاan karena ada serangan mongol dari
tentara tartar.
النتيجة
الدولة العباسية هي الدولة التي تقدم
الحضارة الإسلامية التي فاقت جميع البلدان في العالم. بداية الدولة العباسية
رائدها الثورة من بني هاشم إلى الدولة العمية لأنه قد وقع الانحراف عن تعاليم
الإسلام. وكان المؤسس وأول الزعيم من الدولة العباسية أبو العباس السفاح (عبد الله بن محمد بن علي بن عبد الله بن عباس بن عبد المطلب
(750-754 م)). وتقسم أبو جعفر المنصور (عبد الله بن محمد بن علي بن عبد الله بن
عباس(754-754 م)). هذا هو الكثير من الجدارة في إقامة الحكم الوراثي من رئيس الدير.
الدولة العباسية تحقيق النجاح والتقدم
بسرعة في المستقبل الخليفة هارون الرشيد وخاصة في مجال العلوم وتطويرها في جميع
المجالات لبناء المنازل الحكمة كمركز للبحث وترجمة الكتب وغيرها.
عانت العباسية انتكاسة بسبب الصحابة
الحرب كحقيقة الداخلية التي في الخلفية تدعم مع وجود السلالات الصغيرة في بغداد
المتنافسة لتكون الأكثر تقدما. أخيرا الددلة العباسية لا تولي اهتماما للاستقرار
السياسي والعسكري لأنها ركزت أيضا على تطوير العلوم، بالإضافة إلى سلالة انهيار
العباسية لأن هناك هجمات من التتار الجيش المنغولي.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, S. M.
(2009). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Black, A. (2006). Pemikiran politik Islam: dari masa
Nabi hingga masa kini. tk.: Penerbit Serambi.
Mahrus As'ad, d. (2009). Sejarah Kebudayaan Islam Untuk
MTs/SMP Islam Kelas VIII. Bandung: Erlangga.
Mattson, I. (2013). Ulumul Quran Zaman Kita: Pengantar
untuk Memahami Konteks, Kisah, dan Sejarah Al-Quran. t.t.: Zaman.
McAulife, J. D. (1995). The Histo Of al-Tabari. New
York: State University of New York Press.
Mubarok, J. (2008). Sejarah Peradaban Islam .
Bandung: CV. PUSTAKA ISLAMIKA.
Sardiman. (2008). Sejarah 2 Program Ilmu Sosial.
tt.: Yudhistira Ghalia Indonesia.
Sholikhin, M. (2010). Menyatu Diri Dengan Ilahi.
t.t.: Narasi.
Siti Maryam, d. (2012). Sejarah Peradaban Islam dari
Klasik Sampai Modern. Yogtakarta: LESFI.
Sunanto, M. (2003). Sejarah Islam Klasik Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Islam. Bogor: PRENADA MEDIA.
Yatim, B. (2011). Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II. Jakarta: RAJAWALI PERS.
العسيري, ا.
م. (1417 ه). موجز التاريخ الإسلامى مند عهد آدم عليه السلام
(تاريخ ما قيل الإسلام . tk.: مكتبة الملك فهد.
خليل, ش.
أ. (1996). في التاريخ الإسلامي. دمشق: دار الفكر.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar